Demi Bubarkan Massa, Polisi Myanmar Kembali Tembak Demonstran

epa08995537 Armed riot police stand guard as demonstrators flash the three-finger salute, a symbol of resistance, during a protest against the military coup in Naypyitaw, Myanmar, 08 February 2021. Thousands of people took to the streets of Yangon and other cities, for a third day of mass protests against the military coup. Myanmar's military seized power and declared a state of emergency for one year after arresting State Counselor Aung San Suu Kyi and Myanmar president Win Myint in an early morning raid on 01 February. EPA-EFE/MAUNG LONLAN

Lintas7News.com – Polisi Myanmar kembali melepas tembakan hingga menewaskan satu demonstran, dalam aksi damai menolak kudeta militer, Jumat (5/3).

Dilansir dari CNNIndonesia.com Salah satu saksi mata melaporkan polisi melepaskan tembakan untuk membubarkan kerumunan, dan satu orang ditembak di bagian leher.

Menurut dokter yang memeriksa, pedemo itu berusia sekitar 25 tahun.

“Saya kira dia berusia sekitar 25 tahun, tetapi kami masih menunggu anggota keluarga,” kata dokter.

Salah satu aktivis menyerukan aksi protes lebih besar dan lebih banyak di beberapa kota. Hari ini ribuan orang berbaris dengan damai melalui kota Mandalay.

“Zaman batu sudah berakhir, kami tidak takut karena kamu mengancam kami,” kata para demonstran.

Di Yangon, polisi menembakkan peluru karet dan melempar granat untuk membubarkan para demonstran, yang diikuti sekitar 100 dokter berjas putih.

Aksi demonstrasi juga terjadi di Kota Pathein, sebelah barat Yangon.

Kekerasan di Myanmar terjadi ketika junta militer kalah saing dalam memperebutkan kursi kepemimpinan di PBB.

Junta militer memecat diplomat Myanmar di PBB Kyaw Moe Tun pada hari Sabtu, setelah dia mendesak negara-negara di Majelis Umum menggunakan “segala cara yang diperlukan” untuk mengembalikan kekuasaan kepada pemimpin terpilih.

Namun, misi Myanmar PBB menyatakan bahwa Duta Besar Kyaw Moe Tun tetap menjabat. Di Washington, tidak jelas apakah kedutaan Myanmar masih mewakili junta militer atau bukan.

Seorang diplomat di kedutaan juga mengundurkan diri karena turut bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil dalam pemogokan terhadap militer.

Selain itu, 19 petugas polisi Myanmar menyeberang ke India karena tak mau mematuhi perintah junta militer.

Sebagai hukuman atas kekerasan yang terjadi, Amerika Serikat menjatuhkan sanksi pembatasan perdagangan, dan yang terbaru menargetkan dua konglomerat militer.

Departemen Perdagangan AS menetapkan pembatasan perdagangan pada kementerian pertahanan dan dalam negeri Myanmar serta dua konglomerat militer yang mengendalikan sebagian besar ekonomi, mulai dari bir hingga real estate.

Langkah-langkah tersebut diharapkan memiliki dampak meski entitas itu bukan importir utama.

Amerika Serikat juga telah memperingatkan China untuk memainkan peran yang konstruktif. Namun Negeri Tirai bambu itu mengatakan stabilitas adalah prioritas utama.

Penyelidik hak asasi manusia PBB di Myanmar, Thomas Andrews, mendesak Dewan Keamanan untuk memberlakukan embargo senjata global dan sanksi ekonomi yang ditargetkan pada militer.

Pertemuan Dewan Keamanan PBB akan digelar pada Jumat malam.

(CNNIndonesia/ZA)

Bagikan Melalui

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.