Awas, Persoalan Pertanahan Bisa Jadi Pintu Bui

GEMA PSI Terkait Pertanahan

GEMA PSI Terkait Pertanahan

Lintas7news.com – Identifikasi dan inventarisasi menjadi salah satu bagian terpenting dalam melaksanakan landreform di Kabupaten Blitar. Meskipun, pada ending-nya pasti ada pihak tertentu yang tidak sepaham atau dirugikan. Hal ini diungkapkan Wakil Ketua Umum Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial Indonesia (Gema PSI), Mohammad Trijanto.

Dia mengatakan, Bumi Penataran menjadi salah satu daerah yang memiliki banyak masalah pertanahan. Tak hanya persoalan bekas lahan Perkebunan Karangnongko, Desa Modangan, Kecamatan Nglegok, di beberapa kecamatan lain kini juga mmemiliki masalah serupa. “Intinya dalam menyelesaikan masalah tanah ini harus sesuai prosedur, libatkan pihak-pihak terkait. Meskipun pada akhirnya nanti akan ada gugat menggugat,” katanya.

Menurut dia, tidak ada kebijakan yang sempurna alias bisa menyenangkan semua orang. Akibatnya, pasti ada pihak tertentu yang merasa dirugikan. Kendati begitu, bukan berarti kebijakan bisa diambil dengan sembrono sehingga membuka peluang besar masalah baru. “Langkah cepat itu perlu, tapi ya jangan sulapan, semua tahapan juga harus dilalui dengan cermat dan hati-hati,” jelasnya.

Persoalan tanah ini juga bisa menjadi pintu bui untuk pejabat daerah. Sebab, potensi atau peluang korupsi dalam menyelesaikan masalah ini sangat besar. “Misalnya, proses landreform ini kan hanya bisa dilakukan ketika ada rekomendasi dari pejabat. Nah, momen ini bisa menjadi pemicu kasus korupsi,” imbuh Pria yang juga Ketua Umum Ratu Adil.

Trijanto mengingatkan, dampak berlarut-larutnya kasus pertanahan ini secara tidak langsung juga menghalangi peluang masuknya pendapatan daerah. Tanah bersengketa ini seharusnya menjadi objek pajak bumi dan bangunan. Namun, karena masih bersengketa tentu sulit untuk memungut pendapatan dari objek pajak tersebut. “Siapa yang diuntungkan, ya tentu investor nakal karena mereka tidak mengeluarkan pajak,” tandasnya.

Sebelumnya, Sekertaris Komisi I DPRD Kabupaten Blitar Panoto tidak menyangka kegiatan redistribusi lahan bekas perkebunan itu belum cukup menyelesaikan konflik tanah di Desa Modangan tersebut. Bahkan, kini kembali masuk ke ranah hukum yakni gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). “Karena sudah seperti ini, proses hukum harus dihormati,” ujarnya beberapa hari lalu.

(RI)

Bagikan Melalui

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.