Pembetukan Direktorat Antikorupsi Badan Usaha Oleh KPK

Lintas7news.com – KPK menyebut pihak swasta menjadi penyumbang terbanyak tersangka kasus korupsi, terutama suap. Direktorat Antikorupsi Badan Usaha pun dibentuk pun untuk bisa mengurangi kasus dari sektor ini.

Itu disampaikan langsung oleh Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, di hadapan sejumlah kepala daerah dan pengusaha yang menghadiri webinar ‘Mengikis Suap di Perizinan Perumahan’, Selasa (2/11).

“KPK punya direktorat baru bernama Direktorat Antikorupsi Badan Usaha atau AKBU,” ujar Pahala.

Ia menjelaskan latar belakang pembentukan direktorat tersebut karena banyak tersangka korupsi yang berasal dari sektor swasta. Sejak KPK berdiri, tercatat sudah ada 356 orang dari sektor swasta yang diproses hukum. Sementara, KPK juga sudah menindak tujuh korporasi.

“Bahwa sepanjang KPK berdiri yang paling banyak menjadi tersangka dari sektor swasta karena memang ini natural yang terbesar itu adalah suap dan gratifikasi. Kalau dilihat sektornya lagi yang paling banyak pengadaan barang jasa dan perizinan,” tutur Pahala.

Ia menerangkan alur perbuatan suap selalu dimulai dari pihak swasta ke penyelenggara negara baik itu eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Sejauh ini, kata Pahala, belum ada program pencegahan yang menyasar sektor swasta.

“Oleh karena itu, sekali lagi, Direktorat AKBU khusus didesain untuk bagaimana mengurangi supplier suap dari sektor swasta,” tandasnya.

Di kesempatan itu, Pahala turut membeberkan program kerja KPK tahun anggaran 2021 yang fokus pada pemantauan dan pengkajian antikorupsi sektor usaha.

Dilansir dari CNNIndonesia.com – Dari setiap Focus Group Discussion dengan para pihak di sektor swasta, lanjut Pahala, diharapkan ada rekomendasi perbaikan guna mengatasi hambatan-hambatan dalam pembangunan.

“Dari situ kita lihat masalahnya apa yang dihadapi swasta dan apa juga di pemerintah, lantas kita coba fasilitasi solusinya,” pungkasnya.

Pada akhir tahun lalu, KPK merestrukturisasi organisasi dengan menambah 19 posisi dan jabatan baru di lembaga antirasuah.

Perubahan struktur baru KPK diatur dalam Perkom 7/2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK yang ditandatangani Ketua KPK Firli Bahuri pada 6 November 2020 dan diundangkan pada 11 November 2020.

Perkom tersebut mengganti Perkom 3/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK. 

Struktur ‘gemuk’ itu kemudian menuai kritik dari kalangan masyarakat sipil. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pelantikan sejumlah pejabat baru di KPK merupakan bentuk penyalahgunaan kewenangan oleh pimpinan.

(CNNIndonesia/RI)

Bagikan Melalui

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.