Koalisi Warga Desak Pemerintah Perbaiki Data Kematian Covid-19

Lintas7News.com – Koalisi Warga untuk LaporCovid-19 mendesak agar pemerintah RI memperbaiki akurasi data kematian ketimbang mengeluarkannya dari indikator evaluasi penanganan pandemi akibat virus corona di Indonesia.

LaporCovid-19 mengatakan, data kematian berfungsi sebagai indikator dampak dan skala pandemi yang terjadi di Indonesia. Data kematian juga penting untuk diketahui oleh publik agar masyarakat dapat tetap waspada dan tidak abai terhadap resiko yang ada.

“Pemerintah wajib membenahi teknis pendataan, serta memasukan data kematian probabel, bukan menghilangkannya,” ujar LaporCovid-19 dalam keterangan tertulis, Rabu (11/8).

LaporCovid-19 lantas mempertanyakan alasan pemerintah yang memutuskan untuk tidak lagi memakai data kematian sebagai indikator dalam evaluasi pemberlakuan PPKM. Pasalnya koalisi menilai, data kematian merupakan salah satu indikator penting untuk melihat seberapa efektif penanganan pandemi Covid-19 yang telah dilakukan pemerintah.

Dilansir dari CNNIndonesia.com – Dalih ketidakakuratan data yang terjadi selama ini pun dinilai LaporCovid-19 tidak dapat dijadikan sebagai pembenaran bagi pemerintah untuk mengabaikan data tersebut.

“Dengan menyadari bahwa data kematian itu tidak akurat, pemerintah seharusnya berupaya memperbaiki data tersebut agar benar-benar akurat. Apalagi, data kematian yang selama ini diumumkan oleh pemerintah pun sebenarnya belum cukup untuk menggambarkan betapa besarnya dampak pandemi Covid-19,” jelas LaporCovid-19.

Pendapat tersebut didasari adanya perbedaan data kematian antara pemerintah pusat dengan daerah. Tim LaporData LaporCovid-19 mencatat, ada lebih dari 19.000 kematian yang sudah dilaporkan oleh pemerintah kabupaten/kota, tapi tak tercatat di data pemerintah pusat.

Berdasarkan data yang dikumpulkan dari dari 510 pemerintah kabupaten/kota per 7 Agustus 2021, LaporCovid-19 menemukan 124.790 warga yang meninggal dengan status positif Covid-19.

Sementara itu, jumlah kematian positif Covid-19 yang dipublikasikan pemerintah pusat dalam rentang waktu yang sama hanya mencatat 105.598 kematian. “Artinya, antara data pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah pusat, terdapat selisih 19.192 kematian,” paparnya.

Lebih lanjut, LaporCovid-19 juga menilai bahwa angka kematian yang tercatat saat ini masih belum mencerminkan seutuhnya kasus kematian akibat Covid-19 di Indonesia. Hal ini dikarenakan data kematian yang selama ini dipublikasikan pemerintah belum mencakup kematian warga dengan status probable.

Berdasarkan data yang dikumpulkan LaporCovid19 dalam periode yang sama, akumulasi kematian probable di Indonesia setidaknya telah mencapai 26.326 jiwa. Sehingga apabila kasus kematian probable juga diikutsertakan, LaporCovid-19 mencatat, total kematian terkait pandemi di Indonesia telah mencapai 151.116 jiwa.

Di sisi lain, LaporCovid-19 juga menemukan pencatatan angka kematian yang terjadi di luar rumah sakit masih belum terekam dengan baik pada sistem pencatatan milik pemerintah. Data kematian yang dimaksud merupakan, kasus kematian yang terjadi saat masyarakat sedang menjalani isolasi mandiri di rumah atau tempat lain.

Sampai saat ini, diketahui hanya DKI Jakarta yang sudah melakukan pencatatan dan publikasi data kematian warga saat isolasi mandiri. Padahal sejak awal Juni hingga 7 Agustus 2021, tim LaporCovid19 menemukan sedikitnya 3.007 warga dari dari 108 kota/kabupaten di 25 provinsi yang meninggal di luar rumah sakit.

“Oleh karena itu, LaporCovid19 mendesak pemerintah daerah lainnya untuk mempublikasikan data jumlah kematian warga saat isolasi mandiri. Keterbukaan ini penting agar masyarakat makin memahami dampak pandemi Covid-19,” tegas koalisi warga tersebut.

Sebelumnya, awal pekan ini, pemerintah melalui Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengumumkan mengeluarkan angka kematian warga terinfeksi virus corona dari indikator penilaian Covid-19.

Luhut yang merupakan Koordinator PPKM Level 4 Jawa-Bali menyebut keputusan itu dipilih pemerintah lantaran ditemukan masalah dalam input data akumulasi dari kasus kematian beberapa pekan sebelumnya. Ia mengatakan, delay data kematian menyebabkan distorsi penilaian levelling daerah.

Menurutnya alur data pencatatan kematian di Indonesia masih belum real time. Ia mengatakan kematian yang diumumkan harian oleh pemerintah, bukan kumulatif kasus di hari yang sama, melainkan sumbangan beberapa kasus kematian yang terjadi di beberapa hari sebelumnya.

(CNNIndonesia/RI)

Bagikan Melalui

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.