Teori AS Terkait Kebocoran Virus Corona Dibantah Kepala Lab Wuhan

Lintas7News.com – Shi Zhengli, ilmuwan sekaligus Kepala Institut Virologi Wuhan, China, membantah dugaan virus corona yang menyebabkan penyakit Covid-19 berasal dari kebocoran laboratoriumnya.

Zhengli menentang teori bahwa laboratoriumnya bertanggung jawab atas pandemi yang telah menewaskan lebih dari 3,8 juta penduduk dunia tersebut sejak awal 2020 itu.

“Bagaimana saya bisa memberikan bukti untuk sesuatu yang tidak ada buktinya?” kata Zhengli.

“Saya tidak tahu bagaimana dunia menjadi seperti ini, terus-menerus menuangkan kotoran kepada para ilmuwan yang tidak bersalah,” ucapnya.

Zhengli merupakan ahli virus corona pada kelelawar. Beberapa ilmuwan menduga ia memimpin “eksperimen keuntungan fungsi”, di mana para ahli berupaya meningkatkan kekuatan virus tersebut untuk mempelajariefeknya dengan lebih baik pada inang.

Dilansir dari CNNIndonesia.com – Pada 2017, Zhengli dan rekan-rekannya di laboratorium itu menerbitkan laporan tentang penelitian menciptakan virus corona hibrida dengan mencampur dan mencocokkan beberapa bagian yang sudah ada. Salah satu virus corona yang digunakan adalah yang hampir mampu menular ke manusia.

Penelitian itu disebut dilakukan untuk mempelajari kemampuan virus-virus itu menginfeksi dan bereplikasi di dalam sel manusia.

Namun, dalam surat elektronik ke The New York Times, Zhengli mengatakan eksperimennya itu berbeda dari penelitian gain-of-function (GOF).

Perempuan itu menegaskan dia dan timnya tidak berusaha membuat virus lebih berbahaya. Sebaliknya, ia mengaku mencoba memahami bagaimana virus dapat melompati spesies.

“Laboratorium saya tidak pernah melakukan atau bekerja sama dalam melakukan eksperimenGOF yang meningkatkan virulensi virus,” katanya.

Bantahan Zhengli itu muncul setelah laboratoriumnya kembali menjadi sorotan karena digadang-gadang sebagai tempat awal mula kemunculan dan penyebaran virus corona sekitar akhir 2019 lalu.

Laporan Wall Street Journal baru-baru ini mengungkap sebuah studi Lawrence Livermore National Laboratory, California, Amerika Serikat, pada Mei 2020 lalu.

Studi tersebut menyimpulkan bahwa teori kebocoran virus corona dari laboratorium di Wuhan, China, masuk akal dan layak diselidiki lebih lanjut.

Kementerian Luar Negeri AS memakai data tersebut untuk menyelidiki sumber Covid-19 di akhir pemerintahan Presiden Donald Trump.

Pada Mei lalu, Presiden Joe Biden juga kembali memerintahkan komunitas intelijen negaranya menyelidiki asal muasal corona. Biden meminta intelijen AS memberikan hasil investigasi tersebut dalam 90 hari ke depan.

Perintah investigasi itu muncul setelah laporan intelijen AS menemukan bahwa tiga peneliti Institut Virologi Wuhan, China, jatuh sakit hingga dirawat di rumah sakit sekitar November 2019, sebulan sebelum pandemi Covid-19 muncul dan mulai menyebar ke seluruh dunia.

Kabar tiga peneliti yang sakit itu pertama kali terungkap dalam pemberitaan eksklusif The Wall Street Journal (WSJ) pada Minggu (23/5). Berita itu dibuat berdasarkan laporan intelijen Amerika Serikat yang sebelumnya tak diungkap.

Desakan penyelidikan ulang di China turut digaungkan negara kelompok G7 dalam pertemuan tingkat tinggi di Cornwall, Inggris, 11-13 Juni lalu.

Dalam pernyataan bersama yang dirilis Minggu (13/5), kepala negara G7 menyerukan penyelidikan fase kedua asal muasal virus corona di China oleh WHO secara transparan, tepat waktu, dipimpin para ahli, dan berbasis ilmu pengetahuan, seperti direkomendasikan laporan para ahli.

“Memperkuat transparansi dan akuntabilitas, termasuk menegaskan kembali komitmen kami untuk penerapan penuh, dan meningkatkan kepatuhan terhadap Peraturan Kesehatan Internasional 2005,” bunyi komunike G7 yang dirilis Gedung Putih.

(CNNIndonesia/RI)

Bagikan Melalui

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.