Segitiga Bermuda Di Indonesia Di Perairan Masalembo

YtCrash

Lintas7News.com – Kawasan perairan Masalembo kerap dikaitkan sebagai segitiga bermuda Indonesia lantaran beberapa peristiwa misterius dan mitos terjadi di sekitar kawasan itu.

Meski begitu sudah ada berbagai penelitian yang menjelaskan secara gamblang tentang wilayah perairan di Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Sumenep itu.

Kepulauan Masalembo kerap disebut sebagai wilayah segitiga bermuda Indonesia, seperti halnya segitiga bermuda di Atlantik sebelah timur benua Amerika dan segitiga formosa di kawasan Asia Tenggara.

Beberapa fenomena yang terjadi di sekitar Masalembo acap kali dikaitkan istilah segitiga bermuda. Sebuah legenda juga ada yang mengaitkannya dengan Ratu Malaka yang disebut menjadi penjaga kawasan itu.

Dilansir dari CNNIndonesia.com – Secara ekologis-geografis pulau Masalembo terletak pada posisi yang mendekati posisi ekuatorial (garis khatulistiwa), dengan ciri spesifik yakni mempunyai daya tampung terbilang tinggi terhadap struktur biodiversitas habitat, seperti terumbu karang, mangrove dan rumput laut (algae).

Fenomena buruk di udara

Perairan laut dangkal dan periran laut dalam disebut memberikan respons yang berbeda terhadap penyinaran sinar Matahari. Seperti di laut jawa, perairan di sebelah barat kepulauan Masalembo merupakan perairan dangkal dengan kedalaman rata-rata kurang dari 50 meter, sedangkan di sebelah timurnya merupakan laut dengan kedalaman 500 meter.

Pada perairan laut dangkal, intensitas penyinaran Matahari disebut memiliki pemanasan kolom air yang lebih cepat di bandingkan laut dalam. Intensitas Matahari yang mencapai dasar pencairan berpengaruh pada perubahan suhu air, sehingga suhu perairan akan relatif hangat.

Menurut ahli oseanografi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (), Adi Purwandana, dampak lebih lanjut dari fenomena itu adalah penguapan dan potensi terbentuknya awan di perairan laut dangkal, akan lebih intensif dibandingkan di perairan laut dalam.

Menghangatnya perairan yang diikuti dengan hangatnya lapisan atmosfer itu juga disertai meningkatnya tutupan awan sebagai dampak dari penguapan. Akhirnya, fenomena itu menghasilkan tekanan udara secara tiba-tiba dan menghasilkan fenomena turbulensi ketika pesawat udara melintas.

Adi menjelaskan batas pertemuan keduanya di wilayah Indonesia adalah di perairan Masalembo. Tingkat kefatalan dari seberapa besar turbulensi bisa terbentuk, sangat ditentukan pada pola pembentukan awan di wilayah ini.

“Pada musim barat yakni pada bulan Desember, Januari, Februari, Maret; yang dikenal sebagai musim hujan, pembentukan awan hujan akan lebih intensif terbentuk di wilayah Indonesia bagian barat,” ujarnya.

Selain turbulensi imbas dari perbedaan tekanan udara, potensi turbulensi juga dapat terjadi akibat perubahan besar dari arah kecepatan angin yang jamak terjadi para musim peralihan.

Musim peralihan itu disebut terjadi pada Musim Barat ke Musim Timur (April-Mei) maupun dari Musim Timur ke Musim Barat (Oktober-November).

Perpaduan antara kedua fenomena yang dipicu pengaruh angin musim inilah yang menjadikan perairan Masalembo unik dan berpotensi mengurangi kenyamanan penerbangan.

Fenomena buruk di laut

Kawasan Masalembo memiliki satu gari khayal yang menjadi tempat pertemuan dua arus. Arus pertama berasal dari barat, dan terus memanjang ke laut Jawa, Sementara arus utara berasal dari Selat Makassar.

Kedua arus itu disebut menciptakan gelombang besar dan mampu membalikkan kapal yang melintas di wilayah tersebut.

Meski begitu, menurut Adi perairan Indonesia merupakan penghubung Samudera Pasifik dengan Samudera Hindia (Arus lintas Indonesia, Arlindo). Lewat penghubung itu mengalirkan massa air dari Pasifik menuju Hindia.

Selain lewat Selat Makassar, Arlindo juga mengalir lewat perairan Laut dangkal, yakni laut jawa yang dibawa dari Laut China Selatan. Kedua arus itu selanjutnya bertemu di wilayah segitiga masalembo, sehingga menimbulkan pengacakan arus dan turbulensi dan menghasilkan pusaran atau eddy secara horizontal namun juga secara vertikal.

Dampak dari adanya pusaran atau turbulensi itu, dapat mengurangi kenyamanan moda transportasi laut terutama kapal-kapal kecil.

Pada musim barat, arus dari Laut Jawa dilaporkan akan menguat sehingga diperkirakan intensitas turbulensi di wilayah ini juga akan lebih intensif.

(CNNIndonesia/RI)

Bagikan Melalui

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.