WHO Kritik Negara Kaya Jangan Serakah Beli Vaksin COVID-19

Newly elected Director-General of the World Health Organization (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus attends a news conference at the United Nations in Geneva, Switzerland, May 24, 2017. REUTERS/Denis Balibouse - RTX37CKB

Jakarta – Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, mendesak negara-negara kaya untuk tidak serakah dalam membeli vaksin virus corona (Covid-19), sehingga membuat negara kecil kesulitan mendapatkan pasokan.

Dilansir dari CNNIndonesia.com Tedros dalam jumpa pers di Jenewa, Swiss, Sabtu (9/1) mengatakan, “Negara kaya menguasai pasokan vaksin. Tidak ada negara yang dikecualikan dan bisa memotong antrean demi melakukan vaksinasi terhadap seluruh rakyat mereka, sementara penduduk negara lain belum mendapatkan vaksin,”.

Tedros juga mendesak supaya para perusahaan farmasi pembuat vaksin harus berhenti meneken perjanjian jual beli bilateral. Dia juga mengajak negara-negara yang mempunyai stok vaksin berlebih supaya segera memberikannya kepada lembaga pemerataan vaksin, COVAX.

Meski Tedros tidak menyebut secara rinci negara mana yang dia maksud, tetapi pernyataan itu disampaikan tidak lama setelah Uni Eropa meneken perjanjian pembelian vaksin corona dari Pfizer dan BioNTech sebanyak 300 juta dosis.

Perjanjian penjualan itu membuat setengah dari jumlah produksi vaksin Pfizer-BioNTech pada 2021 dikuasai Uni Eropa.

Tedros menyatakan hal ini menjadi masalah bagi dunia di mana terjadi ketidakadilan dan ketimpangan antara negara kaya dan miskin. Padahal, menrut dia, semua negara berhak mendapatkan vaksin yang cukup untuk melindungi penduduk mereka dari ancaman penyakit.

Akan tetapi, belakangan situasi semakin tidak kondusif dan negara-negara kaya seolah kalap membeli vaksin akibat kekhawatiran penyebaran virus corona yang bermutasi di Inggris dan Afrika Selatan.

Saat ini negara-negara berada seperti Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa, Swiss dan Israel berada di dalam daftar tunggu pertama untuk mendapatkan vaksin Covid-19 dari berbagai perusahaan farmas seperti Pfizer-BioNTech, Moderna serta AstraZeneca.

Untuk mencegah supaya vaksin tidak dikuasai negara-negara tertentu, WHO meminta para produsen memberikan data secara langsung hasil produksi vaksin mereka dalam sehari, sehingga bisa dipantau.

Selain itu, WHO menyatakan COVAX sampai saat ini berhasil menggalang dana antara US$6 miliar sampai US$7 miliar untuk membantu pengadaan vaksin bagi 92 negara berkembang.

Kepala Bidan Darurat WHO, dr. Mike Ryan, mendesak supaya seluruh negara di dunia memprioritaskan tenaga kesehatan dan kelompok usia rentan untuk paling awal disuntik vaksin corona.

“Apa kita akan membiarkan mereka yang dalam usia rentan dan orang-orang yang berisiko tinggi tertular dan meninggal karena virus ini?,” kata Ryan.

(CNN/ZA)

Bagikan Melalui

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.