Ormas Sebut Seleksi Program Organisasi Penggerak Ketat

Jakarta, 23/7 – Sejumlah yayasan dan organisasi masyarakat di bidang pendidikan yang tergabung dalam Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menegaskan bahwa proses seleksi program dilakukan sangat ketat.

“Kami berkeyakinan Kemendikbud telah merancang POP dengan baik dan serius,” ujar Direktur Pendidikan Dompet Dhuafa, Muhammad Syafi’ie El-bantanie, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.

Dia menjelaskan, Dompet Dhuafa merupakan lembaga sosial dan kemanusiaan yang berkhidmat memberdayakan masyarakat marjinal melalui lima pilar program, yaitu pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, dan dakwah.

Dalam menjalankan peran itu, Dompet Dhuafa telah bekerja sama dengan berbagai pihak dan para pemangku kepentingan, baik skala lokal, nasional, maupun global.

Syafi’ie mengaku bersyukur dapat bekerjasama dengan Kemendikbud untuk memajukan pendidikan Indonesia melalui POP. Sejak awal, tim Dompet Dhuafa menyiapkan konsep program dengan matang berdasarkan pengalaman panjang bekerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan di bidang pendidikan.

Proses seleksi diawali dengan evaluasi administrasi, substantif, hingga verifikasi langsung ke kantor pusat Dompet Dhuafa di Jakarta Selatan.

“Alhamdulillah, pada akhirnya Dompet Dhuafa menjadi salah satu organisasi masyarakat yang dinyatakan lolos seleksi untuk menjadi mitra Kemendikbud dalam POP untuk memajukan pendidikan Indonesia,” jelas dia.

Dompet Dhuafa memiliki konsep khas dalam pengembangan kualitas sekolah dan tenaga kependidikan, yaitu Sekolah Literasi Indonesia dan Sekolah Guru Indonesia. Konsep itu telah diaplikasikan pada ratusan sekolah di 34 provinsi di Indonesia.

Konsep Dompet Dhuafa bertumpu pada tiga pilar, yaitu kepemimpinan pendidikan, sistem instruksional, dan budaya sekolah. Dengan melakukan intervensi pada tiga pilar tersebut diharapkan akan berdampak pada peningkatan kualitas sekolah, guru, dan murid.

Oleh sebab itu, semakin banyak sekolah yang diintervensi, akan berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan di daerah tersebut.

“Pada akhirnya akan terjadi transformasi kualitas pendidikan Indonesia. Inilah harapan kami bergabung dalam POP Kemedikbud,” kata Syafi’ie.

Program Organisasi Penggerak diluncurkan pada Maret 2020. Para peserta yang mendaftar kemudian mengikuti proses evaluasi proposal yang terdiri atas seleksi administrasi, substansi, dan verifikasi. Proses evaluasi proposal berfokus pada substansi yang dilakukan dengan prinsip transparan dan akuntabel oleh lembaga independen, yaitu SMERU Research Institute.

Proses evaluasi proposal dilaksanakan oleh tiga evaluator independen dengan metode double blind review yang hanya memakai ID proposal dan ID organisasi masyarakat. Melalui cara ini, tim evaluator tidak mengetahui organisasi mana yang memiliki proposal sehingga mereka hanya fokus pada substansi proposal yang telah diserahkan.

Proses “double blind review” dan penggunaan kriteria yang sama oleh tim evaluator dinilai mampu menjaga netralitas dan independensi.

​​​​​​​

Direktur Indonesia Mengajar,Ayu Apriyanti, menyatakan proses evaluasi POP di tengah pandemi menjadi tantangan baru bagi para peserta. Beberapa persiapan dan koordinasi internal harus dilakukan tanpa tatap muka.

Kendati dalam kondisi terbatas, proses evaluasi berjalan sangat ketat. Bahkan, kunjungan dan wawancara langsung tetap dilakukan dengan menjalankan protokol Kesehatan COVID-19.

Menurut Ayu, situasi ini menjadi pembelajaran karena kondisi kebiasaan baru tidak menghalangi masyarakat bergerak dan bekerja bagi pendidikan Indonesia.

“Jika dipikir anak-anak di Indonesia tetap tumbuh dari hari ke hari, tidak peduli ada pandemi atau tidak. Salut untuk tim yang tetap semangat menjalankan proses evaluasi ini,” kata Ayu.

Ayu menilai keberagaman organisasi penggerak menjadi bukti gotong-royong memajukan pendidikan nasional.

Wakil Sekretaris Jenderal Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Jejen Musfah, juga menyambut baik bergulirnya POP. Menurut dia, peningkatan mutu guru merupakan tugas bersama pemerintah dan masyarakat.

“PGRI sudah dan akan berusaha melakukan pelatihan-pelatihan guru sesuai perkembangan Iptek dan perubahan masyarakat,” kata Jejen.

Dia menjelaskan, pelatihan merupakan media belajar dan peningkatan kompetensi guru. Guru yang kompeten akan melahirkan siswa yang kompeten.

Saat ini, mutu pendidikan masih rendah, meskipun secara individu dan sekolah-sekolah tertentu banyak meraih prestasi internasional. Faktor utamanya adalah lemahnya guru dari sisi kompetensi dan kesejahteraan.

“Di sinilah pentingnya POP dengan pelibatan organisasi masyarakat sebagai pelaksana di mana guru diberi kesempatan belajar hal baru terkait literasi, numerasi, dan karakter,” kata Jejen.

(ANT/ZA)

Bagikan Melalui