Indonesia rujuk aturan hukum soal investigasi karhutla oleh Singapura

Jakarta, 25/6 – Pemerintah Indonesia akan merujuk pada aturan hukum internasional dan regional yang telah disepakati bersama terkait akan adanya investigasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) dari Pemerintah Singapura terhadap Warga Negara Indonesia (WNI)/Badan Hukum Indonesia (BHI).

Hal itu disampaikan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam rapat koordinasi virtual bersama Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar, dan perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Dalam Negeri, Rabu (24/6).

“Regulasi Pemerintah Singapura memang mengatur hal tersebut, Indonesia pun memiliki regulasi hukum yang mengatur hal tersebut. Kita hormati kesepakatan yang telah kita sepakati bersama, dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip perjanjian internasional yang telah disepakati dan kepentingan kedaulatan nasional. Kita wajib bela WNI, tetapi kita hukum juga kalau memang dia bersalah,” kata Luhut dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

Ada pun terkait perizinan bagi organisasi masyarakat (ormas) yang didirikan oleh warga negara asing yang bergerak di bidang lingkungan hidup di Indonesia, Luhut meminta agar perizinan tersebut segera ditetapkan dan jangan terlalu lama.

“Agar jangan ada kesan diabaikan. Mohon dituntaskan, jangan pending terlalu lama, kita perkuat koordinasi, untuk ormas asing tersebut harus ada pengawasan, jadi saya minta Menkumham, Menlu, dan Mendagri untuk kita bersama-sama mengawal hal ini,” tambahnya.

Sementara itu Menkum HAM Yasonna Laoly menjelaskan terkait investigasi Karhutla terhadap WNI/BHI, pemerintah Indonesia dapat mengajukan keberatan dengan pertimbangan kedaulatan. Sedangkan terkait audit, pihaknya menyatakan siap untuk membahas regulasi atau aturan teknis terkait hal tersebut, terutama dengan Kemendagri.

“Sampai dengan sekarang belum ada landasan hukum internasional/regional untuk melakukan penuntutan terhadap WNI/BHI di wilayah Indonesia berdasarkan aturan hukum negara lain. Tetapi berbeda apabila WNI itu ke luar negeri, kami kira itu perlu upaya diplomatik dan upaya hukum juga. Audit ormas asing, kami juga sependapat, sebab kita memang harus berhati-hati dan memang harus mengawasi mereka, sebab lagi-lagi ini menyangkut kedaulatan negara,” jelasnya.

Sementara itu Wamenlu Mahendra Siregar mengatakan berdasarkan data yang dimilikinya tercatat ada 14 ormas yang terdaftar di Indonesia, tetapi yang memiliki izin aktif hanya empat ormas, ada dua ormas yang masih penjajakan kerja sama, serta ada delapan ormas sedang dalam proses perpanjangan kerja sama.

Perihal isu investigasi WNI/BHI oleh Pemerintah Singapura, Mahendra mengatakan asalkan tidak melanggar kedaulatan Indonesia, hal itu dapat dibenarkan.

“Tidak masuk ke yurisdiksi Indonesia investigasinya, dan hanya boleh dilakukan di Singapura,” ujarnya.

Pada kesempatan tersebut, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Maritim dan Investasi Nani Hendiarti memaparkan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution/Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas, telah ditetapkan di Kuala Lumpur-Malaysia, 10 Juni 2002.

Sebagai bagian dari ASEAN, Indonesia memegang teguh dan konsisten terhadap komitmen solidaritas. Indonesia pun siap bekerja sama di bidang pengendalian kebakaran lahan dan/atau hutan serta penyebaran asap lintas batas negara.

“Indonesia meratifikasi melalui UU Nomor 26 Tahun 2014 tentang Pengesahan Persetujuan Asean Tentang Pencemaran Asap Lintas Batas. Dalam konteks pertanggungjawaban hukum terhadap pihak-pihak yang menyebabkan timbulnya kebakaran, Indonesia telah memiliki regulasinya, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,” jelasnya.

Nani juga menjelaskan ormas yang didirikan oleh warga negara asing dapat melakukan kegiatan di wilayah Indonesia, namun wajib memiliki izin pemerintah pusat.

“Yakni Izin Prinsip dan Izin Operasional yang diatur oleh Kemenlu dengan kerja sama lintas kementerian terkait. Dasar hukumnya, UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. dan PP No. 59 Tahun 2016 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang didirikan oleh Warga Negara Asing,” katanya. (ANT/ZA)

Bagikan Melalui